Sabtu, 16 Juli 2011
Kebersamaan yang sulit terbeli dengan uang
Saya terlahir dari keluarga yang sederhana namun religius di Malang tanggal 4 September 1985, tepatnya di RS Aisiyah Malang. Masa kecil saya banyak saya habiskan di sebuah kampung kecil namun guyub di tengah perkotaan malang, tepatnya jl.terusan surabaya (yang dulunya termasuk jl.jombang). Keluarga saya adalah keluarga besar, Ibu saya adalah anak nomor satu dari 10 bersaudara, sedangkan Ayah saya adalah anak nomor satu pula dari 8 bersaudara. Saya sendiri adalah cucu nomer satu dari 28 cucu nenek saya dari keluarga Ibu saya. Bisa kalian bayangkan betapa banyak dan besarnya keluarga kami. Saya tidak merasa risih dengan keluarga saya, malah ada hal yang membuat saya bangga menjadi bagian dari mereka. Mereka banyak tapi mereka rukun dan selalu memecahkan masalah secara kekeluargaan. Itu mungkin sekilas gambaran keluarga saya, dan kalau saya bahas lebih detail disini akan memakan seribuan halaman untuk menuliskannya.
Seperti pada judul tulisan ini, saya ingin membahas betapa menyenangkannya kehidupan tanah kelahiran (kampung) saya. Saya mempunyai banyak teman di sini, ada yang tua, ada yang seumuran, dan ada yang lebih muda. Jujur, mereka semua rata-rata putus sekolah diwaktu SD,SMP, maupun SMA. Namun mereka mempunyai rasa sosial dan setia kawan yang sangat tinggi yang tidak bisa ditemukan dalam diri kaum intelek sekalipun, padahal kita ditakdiran untuk hidup bermasyarakat. Saya pribadi senang berteman dengan mereka. Ups!! Jangan kira mereka semua pengangguran, mereka semua juga bekerja menurut keahlian masing-masing dan dengan kadar masing-masing. Walaupun gaji mereka tak sebanding dengan anggota DPR sekalipun, tapi kebersamaan dan kebahagiaan yang mereka ciptakan melebihi uang yang dihasilkan oleh para boneka-boneka pemerintahan itu.
Dalam segi agama mungkin saat ini tidak semua dari mereka yang taat beribadah, tapi saya yakin mereka semua mempunyai dasar yang kuat dalam beragama, karena dari kecil mereka semua sudah dibekali ilmu agama di dalam kegiatan yang kami lakukan waktu kecil di kampung yaitu "mengaji". Mereka pasti bisa berubah!!!!
Dengan sedikit menghindari rasa sombong, mungkin hanya satu atau dua orang saja yang pendidikannya mencapai perguruan tinggi, atau bisa dikatakan sarjna. Itu termasuk saya. Keinginan saya yang terpendam sejak lama adalah ingin mengangkat kemakmuran di kampung tercinta saya ini, mungkin dalam hal kehidupan ekonomi maupun kehidupan beragama. Tapi saat ini cita-cita itu belum juga tercapai, tapi saya yakin suatu saat pasti Allah mendegarkan do'a untuk cita-cita saya ini.Amiin!!
Sebagai penutup saya ingin mengucapak beberapa kata, bahwa "kebersamaan adalah obat dari segala penyakit hati, untuk itu jagalah kebersamaan, dan janganlah melupakan kebersamaan itu kita kita di atas akan tetapi mengingatnya ketika dibawah"
Minggu, 02 Mei 2010
Saya Supporter Arema Indonesia
PS Arema didirikan pada tanggal 11 Agustus 1987 oleh H. Acub Zaenal dan Ir. Lucky Zaenal. Dari awalnya Arema klub swasta. Pada waktu Arema berdiri Liga Indonesia dibagi dua: liga untuk klub semi-profesional bernama Galatama dan Liga klub Perserikatan. Klub-klub Perserikatan tergantung pada pemerintah daerah untuk dana. Sementara klub Galatama tergantung pada sponsor swasta. Walaupun Arema belum pernah juara selama zaman Ligina, Arema juara Galatama pada tahun 1993. Pada tahun 1994 klub semi-profesional digabungkan dengan klub Perserikatan untuk menjadi Ligina.
Pada tahun 1988 yayasan Arema Fans Club (AFC) berdiri. Ketua pertamanya adalah Ir. Lucky Zaenal. Pada awalnya ada 13 korwil. Setiap korwil adalah pengurus hal suporter Arema di sebuah kampung atau daerah di Malang.
Di artikel “Aremania Junjung Sportivitas” diterbitkan di Bestari, no.156, 2001 diceritakan bahwa menurut suporter Arema, AFC itu sangat individual, yaitu berkaitan dengan hubungan antara suporter dengan suporter lain. Akibatnya AFC terhadap kesulitan mendorong kerukunan suporter. AFC pernah dianggap sebagai yayasan yang terlalu ekslusif maupun kelas menengah untuk diterima oleh kebanyakan suporter Arema.
Sekitar tahun 1994 AFC dibubarkan. Menurut Lucky Zaenal itu karena banyak kesibukan dan soal generasi. Walaupun keadaan tokoh-tokoh AFC pasti mempengaruhi keruntuhan AFC, harus ditanyakan mengapa AFC tidak diteruskan oleh kelompok atau orang baru. Mungin itu tidak terjadi karena sudah jelas bahwa AFC tidak didukung oleh suporter. Barangkali tokoh-tokoh AFC sadar pada fakta itu. Makanya mantan-tokoh AFC langsung terlibat dalam proses mengembangkan nama dan simbol yang akan mempersatukan suporter. Memang tidak semua inisiatif AFC gagal. Harus diingatkan bahwa dengan AFC mulai sistem organisasi suporter yang berdasarkan pada korwil. Korwil-korwil tidak hilang dengan kematian AFC tetapi jumlahnya bertambah. Di samping itu AFC berdiri dalam konteks keras yaitu pada waktu geng-geng pemuda Malang merupakan para suporter Arema.
Brutalisme ke Hooliganisme
Ada dua istilah yang dipakai untuk menggambarkan suporter yang tidak sportif dan membuat kerusuhan: suporter brutal dan hooligan. Artinya dua istilah hampir sama. Perbedaan antara dua istilah itu hanya soal konteks. Istilah hooligan itu berasal di luar konteks Indonesia dan bersifat perbandingan. Istilah suporter brutal lebih sering dipakai dalam konteks Indonesia. Hooligan sama dengan suporter brutal karena yang jelas kegiatannya berdasarkan pada egoisme buruk. Seorang hooligan mau membuat kerusuhan dan kekerasan untuk membesarkan egonya. Seorang hooligan tidak ikut pertandingan untuk menikmati sepak bola tetapi untuk membuat kericuhan. Seorang Hooligan adalah musuh perkembangan sepak bola apalagi komunitas suporter murni. Akhirnya kalau memakai contoh suporter brutal Arema kelihatannya perbedaan antara dua istilah hanya soal konteks.
Suporter Arema menjadi terkenal atas brutalisme antara waktu Arema berdiri dan pertengahan tahun 1990-an. Ada kekerasan antara suporter walaupun Arema menang atau kalah. Pada waktu itu beberapa geng pemuda merupakan para suporter Arema. Setiap kampung memiliki geng sendiri. Yang berikutnya adalah daftar nama geng-geng Malang sama tempat asalnya kalau ada.
Nama Geng Tempat Asal
Aregrek Sekitar Jl. Basuki Rachmat
Arnak (Armada Nakal) Sukun
Anker (Anak Keras) Jodipan
Argom (Armada Gombal) Kidul Dalem
Arpanja (Arek Panjaitan) Betek
Fanhalen (Federasi Anak Nakal Halangan) Claket
SAS (Sarang Anak Setan)
Geng Inggris Kasin Jrot
Ermera
Saga (Sumbersari Anak Ganas)
Geng-geng ini membuat suasana menakutkan di stadion. Tempat pertandingan menjadi kesempatan untuk geng-geng tersebut membuktikan siapa yang paling keras. Persaingan keras antara geng-geng terjadi walaupun semuanya medukung Arema. Jadi semua upaya untuk membuat suporter Arema rukun dan kompak dihalangi. Tawuran terjadi antara suporter Malang dan suporter dari luar tetapi juga di antara para suporter Arema sendiri. Bentrokan tidak terjadi karena provokasi tetapi disebab oleh suasana brutalisme ditimbulkan suporter Malang. Masih diingatkan oleh suporter Arema (dengan malu) bahwa suporter Malang brutal sebelum suporter Surabaya menjadi brutal. Akhinrya, waktu antara 1987 dan pertengahan tahun 1990-an suporter Arema membuktikan bahwa mereka bisa mengimbangi egoisme Hooligan Inggris. Suporter Malang menjadi terkenal sebagai Hooligan Indonesia. Sering selama akhir 1980-an dan awal 1990-an sering ada tawuran antara suporter Surabaya dan Malang. Sayangnya persaingan keras itu antara Bonek dan suporter Arema sulit dibatasi. Di Surabaya orang dari Malang diganggu dan kendaraan yang berplat N (plat Malang) dirusak.
Sementara di Malang kendaraan yang berplat L (plat Surabaya) mengalami hal yang serupa. Pada tahun 1992 ada semacam `sweeping’ menghadapi orang yang berKTP Surabaya. Polisi terpaksa melakukan operasi untuk menghentikan aski brutal itu. Akhirnya permusuhan berkembang antara orang kedua kota Jawa Timur tersebut melainkan antara suporter saja. Lagipula Bonek nama suporter Surabaya menjadi istilah berarti hooligan Indonesia. Jadi kata bonek yaitu yang tidak pakai huruf besar artinya hooligan walaupun Bonek itu berarti suporter Surabaya. Karena persaingan keras itu sering Aremania dan Bonek dianggap sama saja. Khususnya di luar Malang banyak orang yang bersikap bahwa Aremania adalah bonek juga. Banyak orang tidak membedakan antaranya. Selama tahun-tahun itu masyarakat Malang tutup jendela dan mengunci pintu kalau ada pertandingan Arema. Sekarang suporter Arema telah benar-benar maju tetapi terhadap peringatan masyarakat yang menganggap bahwa mereka masih brutal.
Aremania di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen
Aremania muncul
Pada pertengahan tahun 1990-an geng-geng Malang mulai luntur. Sementara itu istilah Aremania muncul sebagai nama para suporter Arema. Sebetulnya dua fenomena tersebut merupakan perubahan total dalam budaya pemuda Malang yang dikatalisasikan oleh beberapa tokoh. Di artikel `Aremania Mengukir Sejarah Baru’ diterbitkan di Bestari, no. 156, 2001 Gus Nul mantan pelatih Arema menceritakan bahwa walaupun kurang jelas dari mana istilah Aremania itu muncul, nama itu mempersatukan suporter Arema. Secara psichologis persamaan dasar antara Arema dan Aremania membuat suporter merasa bersatu. Kata Aremania bisa dibagi Arema dan Mania. Aremania itu muncul secara spontan dari suporter Malang yang mulai bosan dengan perkelahian geng-geng tersebut. Ada beberapa alasan untuk perubahan itu. Pertama-tama geng-geng mulai luntur karena soal generasi. Anggota geng walaupun masih muda selama akhir 1980-an, di pertengahan 1990-an lebih dewasa. Karena sudah lumayan tua mulai bosan dengan kegiatan geng.
Di samping itu, pada 1994 Ligina yang pertama dimulai dan PSSI mulai mendorong sepak bola Indonesia menjadi lebih profesional. Pemain asing mulai main untuk klub Indonesia. Itu termasuk upaya untuk menaikkan kualitas liga sepak bola. Pemain asing pernah main untuk Arema. Pernah ada pemain dari Afrika, Amerika Selatan, Korea Selatan dan juga Australia. Dari semua ini yang paling terkenal ada pemain dari Negara Chile bernama Rodriguez `Paco’ Rubio. Sekarang menurut suporter Malang dia semacam pahlawan sepak bola Arema. `Paco’ Rubio menembus gol lawan selama putaran Delapan Besar Ligina VI. Di samping itu, selama Ligina VII ada pemain dari Afrika namanya Frank Bob Manuel yang dengan sayang dipanggil `Bobby’ (selama Ligina VIII main untuk klub perserikatan Malang Persema). Selama Ligina VIII Jaime Rojas (mantan pemain Persema) juga berasal dari Chile masuk klub.
Dengan berupaya ke profesionalisme suporter mulai lebih tertarik pada permainan khususnya karena impor pemain luar negeri. Juga ada pemain lokal yang menjadi bintang. Misalnya Ahmad Junaedi selama Ligina VI tetapi setelah itu dia pindah ke Persebaya dan menjadi musuh suporter fanatik. Akhirnya mau kembali ke Arema dia ditolak oleh pengurus Arema. Daripada membeli Junaedi lagi mereka memilih mendidik pemain muda berasal dari Jawa Tengah bernama Johan Prasetyo. Johan Prasetyo telah menjadi bintang Aremaa. Selain Prasetyo ada Aji Santoso, pemain yang berpengalaman itu pernah main untuk timnas Indonesia. Karirnya setelah di Arema ke Persebaya dan kemudian ke PSM Makassar. Akhirnya main untuk Persema sebelum main di Arema lagi.
Dengan impor pemain asing dan perhatian pada pemain profesional orang Indonesia, yang berkembang antara para suporter Indonesia adalah minat pada sepak bola bukan fanatisme terhadap klub saja. Di artikel `Suporter Bergeser Jadi Football Minded’ diterbitkan di Jawa Pos 9 Maret 2002 perubahan sikap suporter digambarkan. Ternyata bahwa para penonton mulai memilih menonton pertandingan menurut suguhan kualitas sepak bolanya. Yaitu penonton mulai memilih pertandingan dengan lawan kualitas sepak bola tinggi. Barangkali suporter Indonesia dipengaruhi tayangan sepak bola dari luar negeri. Suporter mulai menuntut kualitas dari sepak bola Liga Indonesia.
Di samping itu perubahan suporter Malang didorong beberapa tokoh perintis Aremania. Sebenarnya munculnya generasi geng dapat dicegah karena upaya tokoh Aremania. Di artikel `Aremania Sebuah Gerakan Rakyat’ diterbitkan di Kompas, 1 April 2002 diceritakan bahwa suporter didorong oleh tokoh seperti Ovan Tobing, Lucky Zaenal, Iwan Kurniawan, Eko Subekti dan Leo Kailolo untuk menjadi suporter bersatu dan sportif. Pasti mereka sadar bahwa suporter brutal akan merugikan PS Arema, dan kalau klub Arema akan berusaha ke profesionalisme seharusnya suporter juga. Tokoh yang tersebut membantu membangun simbol klub Arema yang telah menjadi simbol suporter juga. Di artikel `Aremania junjung sportivitas’ diterbitkan di Bestari, no 156 2001 bahwa tokoh perintis ini mengusulkan Aremania dijuluki `Macan Putih’ atau `Singa Putih’ karena Arema berdiri pada 11 Agustus yang termasuk zodiak Leo. Kemudian secara spontan ada orang antaranya yang teriak `edan’. Mungkin itu mucul dari bagian belakang istilah Aremania yaitu `mania’. Kata `mania’ berarti edan.
Dari latar belakang nama Aremania dan simbol Singo Edan semacam bahasa Malang berkembang. Kata-kata bahasa Indonesia dan bahasa Jawa terbalik merupakan bahasa Malang atau fenomena Ngalamania. Misalnya Singo Edan menjadi Ongis Nade dan Orang Malang menjadi Genaro Ngalam. Di samping itu arek-arek Malang menjadi Kera-kera Ngalam. Surat kabar Radar Malang itu Jawa Pos-nya Kera Ngalam. Sekitar pertengahan tahun 1990-an suporter Arema mulai berubah. Citra negatif terhadap suporter Arema ada sampai sekarang tetapi selama beberapa tahun yang lalu Aremania pernah diakui sebagai suporter Indonesia terbaik.
Pada waktu ribuan suporter ke Jakarta untuk putaran Delapan Besar Ligina VI Ketua Umum PSSI Agum Gumelar terkesan oleh penampilan suporter Arema di Stadion Senayan. Dia mengakui Aremania sebagai suporter kreatif, sportif dan atraktif. Di samping itu PSSI pernah mengundang Yuli Sugianto (dirigen suporter Arema) untuk mewakili suporter Indonesia. Selama Ligina VII sering diakui oleh suporter klub lain sebagai guru suporter lain. Pada Januari tahun 2001 di Tangerang, suporter mengucapkan selamat datang kepada Aremania dan sesudah ada insiden lemparan terhadap Aremania mereka mengucapkan termima kasih karena Aremania tidak terpancing oleh oknum provokator Tangerang. Pada Juli tahun itu diakui oleh suporter Solo sebagai `guru hebat’.
Lagipula kemajuan Aremania mempengaruhi keadaan di Malang. Selama waktu krismon, Malang tenang walaupun dimana-mana di Jawa telah kacau. Itu karena pemuda Malang telah merasa bersatu sebagai Aremania dan tidak ingin membuat kerusuhan di kotanya. Katanya ada suporter Solo yang mengirim sepasang bh dan celana dalam perempuan ke Aremania agar mengucapkan Aremania para penakut. Namun Aremania tidak mudah dipancing. Yang jelas dalam lingkungan suporter sepak bola telah dianggap maju dari masa dulunya. Lagipula mereka dianggap perintis suporter di Indonesia. Namun proses ini mulai lebih dari 5 tahun yang lalu dan Aremania sampai tahun 2001 berjuang untuk menghapus sisa-sisa brutalisme.
Sisa-sia Brutalisme
Aremania tidak langsung berhasil dalam perjuangan untuk menghapus citra suporter brutal. Sampai tahun 1999 ada bentrokan antara suporter di Malang tetapi khususnya dengan Bonek. Keadaan kacau hampir tidak bisa dicegah aparat keamanan. Persaingan keras antara suporter Malang dan Surabaya terjadi selama ada kesempatan Arema melawan Persebaya. Akibatnya di Malang suporter Surabaya harus dilarang masuk Malang supaya mencegah insiden yang tidak diinginkan.
Pengurus Arema pernah minta pertandingan Arema versus Persebaya diadakan di luar Malang agar tidak ada tawuran. Namun ini diprotes Aremania yang menuntut bahwa pertandingan Arema tetap milik masyarakat Malang. Namun tahun-tahun tersebut harus dibedakan dari zaman geng-geng. Mungkin tahun-tahun yang berikut kelunturan geng-geng Malang bisa dianggap sebagai waktu peralihan. Sampai tahun 2001 ada insiden yang terjadi di luar Malang. Salah satu contoh konflik antara suporter Malang dan Surabaya adalah tragedi Sidoarjo yang terjadi pada bulan Mei tahun 2001.
Tragedi Sidoarjo
Pada Ligina VII Aremania mendukung tim kesayangannya di pertandingan away. Arema melawan Gelora Putra Delta (GPD) di Sidoarjo. Soalnya tiga kelompok suporter mucul di stadion Delta: Deltamania, Aremania dan Bonek. Karena jarak antara Surabaya dan Sidoarjo jumlah sedikit suporter Surabaya datang untuk menjenkelkan suporter Arema. Tiga kelompok ini dibagi supaya tidak ada bentrokan. Aremani menempati sektor utara sementara Bonek dan Deltamania ada di tribun VIP. Pertama-tama sebelum pertandingan mulai sekitar jam 14. 15 ada lemparan batu dari luar stadion. Dua suporter Arema terluka dan Aremania menuntut bahwa tempat di luar stadion khususnya sekitar sektor utara diamankan. Di samping itu Aremania dimarahkan kabar bahwa dua mobil Aremania dirusak. Pada jam 15.10 lemparan batu antara sektor utara dan tribun timur mulai. Polisi terhadap kesulitan membatasi lemparan karena Bonek dapat sumber batu dari luar stadion.
Pada jam 16.00 pertandingan sepak bola dimulai. Pada jam 16.20 aparat keamanan megeluarkan tembakan peringatan untuk menghentikan lemparan. Pada menit ke-29 pertandingan harus dihentikan karena suporter masuk lapangan dan kerusuhan mulai terjadi di luar stadion. Aremania harus dievakuasi oleh aparat keamanan. Akhirnya 15 orang terluka, 7 mobil dan 2 sepeda motor dirusak. Juga stadion Delta dihancur dari aksi lemparan dan bentrokan yang berikutnya. Reaksi Aremania penuh dengan kesedihan terhadap tragedi Sidoarjo. Para suporter Arema merasa mereka salah dipersalahkan untuk tragedi Sidoarjo walaupun Bonek adalah provokator. Pak Marheis salah satu korwil Aremania yang dianggap oleh sebagian suporter sebagai tokoh yang memperbolehkan ketertiban antara korwil-korwil tidak bisa menahan tangisnya setelah insiden Sidoarjo.
Ovan Tobing seorang perintis Aremania setelah tragedi itu berpendapat bahwa tragedi di Sidoarjo merupakan pelajaran untuk PSSI. Pada waktu Arema main di Malang Aremania membawa spanduk yang protes disalah untuk kejadian di Sidoarjo. Sayangnya bahwa insiden seperti itu menegaskan citra Aremania sebagai suporter brutal karena dalam insiden itu Aremania sebetulnya di kedudukan sulit. Pertama-tama mereka dilempari dari luar stadion. Lagipula mereka terhadap Bonek yang siap dengan sumber batu dari luar stadion.
Aremania diserang di Jogja: Selain masalah Bonek ada kelompok lain yang iri pada Aremania jadi mencoba memancingnya. Pada bulan Oktober tahun 2001 Aremania diundang ke pertadingan di Jogjakarta. Di Jogja Aremania diserang. Seperti di Sidoarjo ada lemparan batu dari luar stadion. Aremania terpaksa masuk lapangan untuk menghindari lemparan dari luar stadion. Pertandingan dihentikan dan harus dimain hari berikutnya di tempat yang dirahasiakan. Slemania, para suporter Jogja pada umumnya sangat malu pada penyerangan itu. Mereka mulai menyanyi dengan gaya Aremania:
“Maaf?maaf?maaf Aremania
Maafkan kami atas kejadian ini”
Pada umumnya ada persahabatan antara Aremania dan para suporter lain tetapi kadang-kadang ada oknum kelompok yang mencoba memancing Aremania. Dan jarang Aremania terpancing dengan mudah. Selama Ligina VIII tidak ada masalah bentrokan kalau suporter lain datang ke Malang. Aremania membuktikan bahwa telah sportif. Suporter apalagi pemain saja butuh sportivitas.
Setelah kejadian seperti di Jogja Aremania janji mereka tidak akan membalas dendam kalau suporter Sleman datang ke Malang. Korwil Cilewung juga mendorong Aremania untuk tidak membalas dendam Bonek. Dia sadar bahwa kalau membalas dendam pasti tidak akan dibedakan dari Bonek. Harus diakui walaupun lama berjuang dengan sisa-sisa brutalisme Aremania telah agak berhasil dalam tugasnya.
Suporter Arema bersemangat kepada tim kesayangannya tetapi juga kepada negara Republik Indonesia. Dengan kompak suporter Arema sebelum permulaian pertandingan menyanyi lagu nasionalis `Padamu Negeri’. Lagu itu dinyanyi suporter dengan bangga. Nasionalisme merupakan salah satu aspek dasar suporter Arema.
Aremania di Jepang bersama siporter Kawasaki Frontale
Aremania mendukung Arema tetapi akhirnya semua maupun suporter tim lawan bersaudara. Malang aman karena persaudaraan itu. Lagipula Malang lepas daripada masalah pertentangan kesukuan atau konflik agama yang timbul di mana-mana di Indonesia. Aremania berpendapat bahwa kalau Malang bisa begitu rukun, mengapa negara Indonesia belum bisa seperti itu? Yang jelas persatuan Aremania muncul secara alami dan karena itu ada sikap positif terhadap persatuan negara Indonesia.
Sumber:http://www.acicis.murdoch.edu.au/hi/field_topics/john.doc
Langganan:
Postingan (Atom)